Klik poster film berikut untuk menuju langsung ke review-nya!

3.8.11

Catatan Harian Si Boy / Putrama Tuta / 2011 (7✰)


Benturan Karakter dan Kemewahan dalam Tokoh Lama.....

Pertama kali aku melihat trailer Catatan Harian si Boy, aku merasa bahwa film ini adalah film yang tidak menarik dan hanya mendompleng kesuksesan film Indonesia klasik Catatan si Boy (1987). Namun aku menarik semua pemikiran tersebut setelah menyaksikan film ini, karena film Catatan Harian si Boy adalah film yang koheren, digarap secara detil, dan secara keseluruhan bagus untuk ditonton.

Catatan Harian si Boy mengisahkan Natasha yang hendak mempertemukan ibunya yang sakit parah dengan kekasih sejatinya, si Boy. Satu-satunya petunjuk yang dimilikinya adalah sebuah catatan harian. Dalam usahanya mencari si Boy, Natasha bertemu dengan Satrio, seorang montir pembalap, dan sahabat-sahabatnya yang semuanya bekerja di sebuah bengkel milik Nina. Pertemuan ini menimbulkan kisah klasik dua cinta segitiga antara Satrio - Natasha - pacar bulenya yang bernama Nico dan antara Natasha – Satrio - Nina. Perebutan cinta dan usaha pencarian si Boy terjalin berliku dengan intrik dan kekerasan yang akan mendefinisikan ulang rasa persahabatan dan cinta di antara semua karakternya.

Beragam karakter muncul di film ini. Dimulai dari Satrio (Ario Bayu) yang menjadi the “new Boy” dalam image pemuda kucel gila ngebut, lalu Natasha (Carissa Putri) sebagai fashion designer yang modis dan tentu saja baik hati, tokoh antagonis Nico, cewek tomboy Nina, sahabat Satrio yang konyol bernama Andi, tokoh Emon modern yang kemayu bernama Heri, adik cewek Satrio bernama Putri, dan seabreg-abreg tokoh dari film pendahulunya. Adanya banyak karakter yang berbeda-beda dan masing-masingnya memiliki porsi yang equal membuat konflik dua cinta segitiga utama menjadi kurang tergali. Dalam beberapa scene, justru karakter pendukung seperti Andi dan Heri menjadi lebih dominan daripada tokoh utamanya. Dengan model seperti ini, tokoh Satrio tidak bisa memberikan citra kuat yang membekas seperti pada tokoh Boy dalam Catatan si Boy (1987). Inilah yang membedakan Catatan Harian si Boy dengan film pendahulunya. Daya tarik film ini lebih kepada adegan laga balap mobil di Bundaran HI, yang memang digarap dengan sangat baik, dan kisah persahabatan antar geng bengkel. Walaupun tidak terfokus pada karakter utamanya, Catatan Harian si Boy mengalir dengan balutan kisah yang terstruktur. Teknik sinematografinya dipersiapkan dengan sangat baik dan efektif dan mendukung penuh film ini sebagai tontonan yang menarik. Acungan jempol untuk Yunus Pasolang yang mampu memaksimalkan kamera RED untuk film ini.

Menonton film ini mengingatkanku akan film-film James Bond. Kenapa? Karena barang-barang mewah terpapar di sepanjang film ini. Selain mobil-mobil BMW keluaran terbaru seri 325i dan M3 yang menjadi ikon film ini, kita akan disodori tas Chanel milik Natasha yang berganti-ganti, jam Boss milik Satrio, iPad milik sekretaris Boy, dan tentu saja helikopter pribadi si Boy. Film ini seakan menjadi iklan panjang untuk produk-produk kelas atas. Mungkin barang-barang mewah seperti ini bukanlah milik rakyat Indonesia kebanyakan, namun bagiku tampilan Catatan Harian si Boy yang glamour dan mewah memberikan pesona tersendiri.  Merek dan kemewahan barang terasa pas untuk masing-masing karakternya.

Tidak melupakan penggemar Catatan si Boy versi 1987, banyak tokoh-tokoh lama dihadirkan di film ini seperti Onky Alexander, Btari Karlinda, dan Didi Petet. Aktor senior Roy Martin juga ikut memberikan nuansa kualitas bagi film ini. Namuan di luar itu ada pula beberapa kemunculan cameo yang sangat menarik:  Joko Anwar sebagai bodyguard dan, walaupun hanya muncul tidak lebih dari 5 detik, Cut Tari sebagai figuran di bar. Ini sangat menarik karena banyak film-film Hollywood juga menampilkan cameo-cameo selebritis di berbagai film seperti Arnold Schwarzenegger di film The Expendables (2010). Cara ini bisa dibilang efektif karena bisa menjadi bahan obrolan ringan sesudah menonton film ini.

Para tokoh lama dan cameo tersebut memang menambah karisma film ini namun tetap saja tidak menguatkan karakter Satrio dan Natasha. Dengan beragam karakternya, Catatan Harian si Boy tidak bisa menyamai kekompleksan karakter-karakter pendukung Ada Apa dengan Cinta (2002) yang tetap dikupas namun justru menguatkan tokoh utamanya Rangga dan Cinta. Karena inilah Catatan Harian si Boy tidak akan bisa bertahan lama di benak kita setelah menontonnya. Dia akan menjadi sebuah film Indonesia biasa di tahun 2011, kecuali bila Catatan Harian si Boy memenangkan piala Citra sebagai film terbaik. Kemungkinan untuk itu memang ada, namun dengan akan munculnya film-film Indonesia berkualitas seperti sang Penari (2011), Sarinah (2011), dan Di Bawah Lindungan Ka’abah (2011), bisakah kita tetap akan mengingat film ini? Saya rasa tidak, kecuali bila anda menang undian BMW seri M3 dan anda menjadi the “real Boy”.

AGAS STAR RATING : 7 out of 10

2 comments:

  1. Kyknya kudu nonton Catatan si Boy 2011 nih. Secara dulu2nya,aku 'terpesona' dng Onky Alexander. Hihihi.

    ReplyDelete