Klik poster film berikut untuk menuju langsung ke review-nya!

19.8.11

Friendship: Theu Kap Chan / Chatchai Naksuriya / 2008 (5✰)


Bahasa Isyarat dan Bunga Kenikir dalam Cinta ABG.....

Memori cinta masa SMA kembali muncul saat reuni sekolah lewat Friendship: Theu Kap Chan. Merupakan film Thailand produksi tiga tahun silam, Friendship: Theu Kap Chan dihadirkan ke bioskop Indonesia untuk memanjakan fans Mario Maurer, yang sebelumnya berperan  di A Little Thing Called Love (2010).

Enam sahabat berkumpul di sebuah restoran untuk membahas mengenai reuni SMA mereka dalam Friendship: Theu Kap Chan. Salah seorang di antaranya, Singha, terkenang akan memori persahabatan dan cinta di masa remaja tersebut. Semua berawal dari kedatangan 2 siswa pindahan di tahun terakhir mereka di SMA, Lam si cowok dandy dan Mitunaa si cewek pendiam. Merasa bahwa kedua siswa baru ini sombong, Singha dan gengnya selalu mengejek mereka. Ketika Lam menolong Singha yang terlibat pertengkaran dengan siswa berandalan, ejekan berubah menjadi persahabatan. Lam menjadi sahabat terbaik bagi Singha.  Sedangkan Mitunaa, cewek cantik yang jarang bicara ini selalu menjadi bahan keisengan Singha. Namun saat Singha mengetahui siapakah Mitunaa sebenarnya, kenakalan berubah menjadi rasa suka. Cinta mereka mulai bersemi. Sayangnya masa SMA mendekati akhirnya dan lewat rentetan peristiwa yang saling bertautan, mereka harus terpisahkan. Ingatan tentang Mitunaa tetap ada di hati Singha hingga sekarang. Reuni berlangsung namun Mitunaa tidak hadir. Berbekal seluruh memori tentang Mitunaa, Singha mulai mencarinya lagi untuk mencari tahu keadaannya sekarang karena cinta lamanya tidak pernah pudar.

Dengan bintang-bintang remaja, cerita kenakalan dan cinta masa remaja, sekaligus setting yang berputar di dunia SMA, Friendship: Theu Kap Chan adalah film drama untuk ABG. Tidak ubahnya dengan sinetron ABG atau Cinta SMU yang popular di awal 2000-an, Friendship: Theu Kap Chan menghadirkan alur cerita kebanyakan mengenai anak-anak SMA. Kemasan gaya tuturan ceritanya juga bagaikan sinetron Indonesia. Menonton film ini tak ubahnya menonton FTV remaja di SCTV dengan aktor luar negeri dan bahasa yang tidak dimengerti.

Walaupun mirip sinetron, menonton Friendship: Theu Kap Chan mengingatkan penonton dewasa tentang masa-masa SMA mereka sekaligus merupakan hiburan ringan bagi penonton yang memang lagi ABG. Daya tarik utamanya tentu saja Mario Maurer, si bintang utama yang ganteng. Target pasar Fiendship: Theu Kap Chan memang lebih dominan ke anak-anak remaja dengan dominasi gender ke arah cewek. Cewek ABG mana yang tidak tertarik dengan cowok ABG iseng yang tampan dan sebenarnya baik hati dan penuh perhatian.

Untuk konsumsi para cowok yang menemani pacarnya menonton, alur Friendship: Theu Kap Chan dititikberatkan pada persahabatan geng Singha dengan Lam. Geng cowok-cowok puber ini mengeksplorasi seksualitas remaja dengan mengunjungi kompleks pelacuran, menonton film porno di balik alasan belajar bersama, minum minuman keras dan mencoba daun ganja, berkelahi dengan para berandalan, hingga uji nyali di daerah berhantu. Benar-benar tipikal masa SMA bukan? Sangat klise.

Berusaha keluar dari cerita cinta biasa, diamnya karakter Mitunaa ternyata karena dia memiliki seorang ibu yang bisu tuli. Singha kemudian mempelajari bahasa isyarat untuk bisa mendapatkan hati Mitunaa. Ini sebenarnya bisa menjadikan Friendship: Theu Kap Chan menjadi lebih menarik dengan mewujudkan visualisasi dialog ke dalam gerakan isyarat. Sayangnya bahasa isyarat hanya digunakan sedikit saja  Emosi cinta antara Singha dan Mitunaa dituangkan secara dangkal dan koneksi antar keduanya tidak bisa terlalu erat.

Aku pernah mempelajari bahasa isyarat ketika membuat film pendek mengenai seorang anak yang bisu tuli. Bahasa isyarat adalah sebuah bahasa yang sangat ekspresif dan lebih dari sekedar gerakan tangan. Mimik, sudut mata, dan seluruh otot di wajah turut berperan dalam berbicara dengan bahasa isyarat. Pada Friendship: Theu Kap Chan, bahasa isyarat ini muncul hanya sebagai pemanis saja namun sangat penting dalam plot ceritanya. Sebuah kontradiksi yang disayangkan.

Simbolisasi visual ditampilkan dalam Friendship: Theu Kap Chan lewat bunga kenikir (alias Marigold) yang kuning merekah. Tokoh Singha pertama kali muncul dengan bunga marigold tersemat di saku seragam sekolahnya karena bunga tersebut sekaligus adalah nama ibunya. Ketika Singha melontarkan perasaannya pada Mitunaa, dia mengibaratkan Mitunaa sebagai bunga kedua yang dia sukai setelah bunga marigold. Bunga marigold juga menjadi kunci visual mengenai keberadaan Singha dan Mitunaa.

Dalam bahasa bunga, Marigold adalah lambang gairah dan kreativitas. Menurutku, tidak ada gambaran gairah dan kreativitas sama sekali dalam Friendship: Theu Kap Chan. Walaupun bunga kuning cerah melambangkan persahabatan juga, warna kuning Marigold yang mencolok seakan tidak sinkron dengan ritme film dan efek visual yang disajikan. Akibatnya simbol tidak bisa memunculkan emosi lebih dari sekedar representasi visual menganai karakternya. Bandingkan saja dengan penggunaan bunga-bunga yang berpadu dengan bahasa visual secara memikat dalam American Beauty (1999) ataupun Bright Star (2009).

Sebagai film lawas, Friendship: Theu Kap Chan mungkin tidak akan bertahan lama di bioskop. Bila anda menyukai Cinta Pertama (2006) atau menggemari Mario Maurer sejak debutnya di The Love of Siam (2007), film ini bisa menjadi alternatif tontonan. Bila anda membenci klise cinta remaja dan memiliki antipati terhadap film drama ABG Indonesia, mungkin anda lebih baik berhemat dan lebih baik menonton sinetron saja.

AGAS STAR RATING : 5 out of 10

No comments:

Post a Comment