Back-story dan Simpati untuk Perampok dalam Favela Rio.....
Sebagai seri kelima dari franchise The Fast & The Furious, Fast Five kembali menghadirkan aksi spektakuler duo Vin Diesel dan Paul Walker. Merubah image dari film balap mobil menjadi film aksi perampokan menggunakan mobil, Fast Five hadir lebih menakjubkan dibandingkan keempat film pendahulunya.
Tahukah anda apa persamaan franchise Star Wars dan The Fast & The Furious? Persamaan kedua franchise ini terletak pada seri keempat dan kelimanya. Star Wars Episode 1: The Phantom Menace (1999) dan Star Wars Episode 2: Attack of the Clones (2002) adalah back-story dari ketiga film pertamanya. Begitu pula dengan Fast & Furious (2009) dan Fast Five. Kedua film ini juga merupakan back-story. Bedanya, kedua film terakhir The Fast & The Furious ini adalah back-story untuk film ketiganya saja. Jadi, cerita Fast Five bermula dari akhir Fast & Furious (2009) dan berakhir pada awal The Fast & The Furious: Tokyo Drift (2006).
Tokoh utama Dom Toretto divonis penjara pada Fast & Furious (2009). Fast Five diawali dengan aksi pembebasan Dom oleh adiknya, Mia, dan sahabatnya, Brian. Mereka bertiga melarikan diri ke Rio. Di sana mereka mendapat pekerjaan untuk merampok mobil di sebuah gerbong kereta oleh kepala gangster bernama Reyes. Mencium sesuatu yang tidak beres di pekerjaan ini, mereka bertiga justru membawa lari mobil yang diinginkan Reyes. Ternyata mobil itu menyimpan sebuah chip yang berisi detil-detil kejahatan Reyes termasuk lokasi penyimpanan uang 100 juta dollar cash miliknya. Menginginkan hidup baru yang bebas dari semua masalah, mereka bertiga merencanakan untuk merampok semua harta Reyes. Merekapun mengumpulkan sebuah tim berisikan rekan-rekan lama mereka dan berusaha menghancurkan kerajaan kriminal Reyes.
Karena pihak Universal memutuskan untuk merubah image franchise The Fast & The Furious, Fast Five lebih cenderung mirip The Italian Job (2003) dan Gone in Sixty Seconds (2000) secara plot. Menurutku, strategi ini berhasil karena Fast Five menjadi jauh lebih menarik dengan twist perampokan cerdik yang memuaskan para penontonnya.
Satu hal yang menarik untuk dibahas saat menonton Fast Five adalah mengapa kita bersimpati kepada para perampok dan menginginkan agar perampokan berhasil? Bila kita mendengar berita di Buser Siang mengenai perampokan toko mas yang marak di Jawa, akankah kita akan bersimpati pada mereka? Jika ada film Indonesia yang menceritakan gerombolan perampok pintar yang menyatroni rumah-rumah yang ditinggalkan penghuninya saat Lebaran, apakah kita bisa menerimanya sebagai tontonan yang mengasyikkan tanpa dihinggapi rasa bersalah? Lantas apa bedanya dengan Fast Five?
Bersimpati dan mendukung karakter film bersifat antagonis paling gampang diilustrasikan lewat The Silence of The Lambs (1991) - my personal favorite film of all time. Mengapa kita mendukung si kanibal? Kuncinya terletak pada karakter lain yang diilustrasikan lebih jahat dibanding tokoh penjahat utama. Si kanibal Hannibal membantu untuk menangkap pembunuh lain yang lebih sadis. Begitu juga dalam Fast Five. Aksi perampokan Dom dan Brian menjadi lebih ditolerir karena yang dirampok adalah orang yang lebih jahat - Reyes, si kepala gangster.
Perampok berusaha merampok kepala gangster. Karena kedua tokoh ini antagonis, Fast Five menghadirkan karakter baru berupa polisi agen khusus Hobbs yang diperankan oleh The Rock beserta timnya. Ini mengakibatkan Dom dan gengnya terhimpit dalam kejaran polisi dan kejaran anggota gangster. Intrik baru ini membuat adegan laga dalam Fast Five menjadi berkembang. Porsi adegan balap mobil dikurangi dan digantikan dengan baku hantam antara Vin Diesel dan The Rock. Jika anda penggemar adegan fighting, tentu anda akan puas menyaksikan Fast Five.
Adegan kejar-kejaran mobil (bukan balapan) antara polisi, Dom, dan gangster digarap secara fantastis di Fast Five. Sedemikian banyaknya mobil-mobil yang hancur dalam balutan editing yang cepat akan membuat adrenalin seluruh penontonnya mengalir deras. Penonton di sebelahku bahkan berdecak kagum beberapa kali saat adegan action Fast Five berlangsung. Dengan backdrop favela Rio yang kumuh dan tentu saja balapan underground yang dipenuhi cewek seksi, Fast Five menghadirkan kekontrasan kota Rio sekaligus aksi laga yang memuaskan.
Favela Rio yang sarat kriminalitas tampil begitu riil dalam Tropa de Elite (2008) dan membuat film ini menyabet Golden Bear di Festival Film Berlin. Sebagai seseorang yang menyukai Brazil karena seni bela diri Capoeira-nya, aku seakan mengetahui betapa seramnya kehidupan di favela Rio. Kekelaman area ini juga dituturkan oleh Fast Five dalam kunjungan awal Mia dan Brian ke favela yang disambut oleh banyak pistol. Lokasi set favela yang kusam terlihat sangat memikat ketika aksi kejar-kejaran di atas atap-atap seng dengan gang-gang yang sempit dan ruang yang terbatas.
Beberapa adegan dalam Fast Five mungkin tidak bisa diterima akal sehat. Diceritakan bahwa Dom dan Brian tidak memiliki uang, namun mereka mampu tinggal di sebuah gudang yang sangat besar dan kemudian bisa mendatangkan beragam barang-barang canggih. Namun di luar itu, Fast Five mempesona dengan aksi perampokannya yang pintar sekaligus dengan timnya yang beranggotakan orang-orang berlainan karakter. Berbekal rumus klasik sebuah tim perampok dengan si pintar, si cantik, si bodoh, si Cina, dan lain-lain, Fast Five memberikan sentuhan humor dan aksi yang tidak membosankan.
Fast Five adalah film yang jauh lebih baik ditonton di bioskop daripada di rumah. Efek laga yang memacu jantung dan suara tabrakan mobil yang hingar bingar membuat anda harus pergi ke bioskop untuk dapat merasakan sensasinya. Satu tips untuk anda bila menonton di bioskop: jangan pergi sebelum kredit berakhir. Akan ada satu adegan bonus di akhir film yang menampilkan Eva Mendes secara sekilas. Kenapa Eva Mendes? Karena Eva yang muncul di 2 Fast 2 Furious (2003) memegang kunci utama bagi seri keenamnya, yang tentu saja dengan senang hati kita tunggu kehadirannya.
AGAS STAR RATING : 7 out of 10
No comments:
Post a Comment